Jakarta. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia berhasil mencatat surplus perdagangan sebesar $3,26 miliar (Rp 50,79 triliun) pada September 2024. Meskipun surplus ini meningkat sebesar $480 juta dibandingkan bulan Agustus 2024, jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar $150 juta jika dibandingkan dengan surplus pada September 2023.
Ekspor Indonesia pada bulan September 2024 tercatat sebesar $22,08 miliar, yang menunjukkan penurunan 5,8 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, secara tahunan (year-on-year), ekspor mengalami pertumbuhan sebesar 6,44 persen. Di sisi lain, impor Indonesia pada September 2024 mencapai $18,82 miliar, turun 8,91 persen dibandingkan bulan Agustus, tetapi meningkat 8,55 persen jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun 2023.
Para ekonom telah memperkirakan penurunan angka ekspor ini, terutama disebabkan oleh penurunan harga batu bara dan melambatnya aktivitas manufaktur global. Tren ini tercermin dalam Indeks Manajer Pembelian (PMI) dari beberapa mitra dagang utama Indonesia, termasuk Amerika Serikat, China, dan Eropa, yang menunjukkan tanda-tanda kontraksi berkelanjutan. PMI adalah indikator penting untuk mengukur kesehatan sektor manufaktur, dan ketika indikator ini menurun di pasar utama, hal ini berdampak langsung pada permintaan terhadap ekspor Indonesia.
“Kami melihat surplus perdagangan pada September 2024 lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan September tahun lalu. Dengan demikian, Indonesia telah mencatat surplus selama 53 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” ujar Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di kantor BPS pada hari Selasa.
Amalia menjelaskan bahwa surplus perdagangan pada September 2024 didorong oleh surplus non-migas sebesar $4,62 miliar. Beberapa komoditas utama yang berkontribusi terhadap surplus ini adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak, serta besi dan baja. Namun, untuk komoditas migas, Indonesia mencatat defisit sebesar $1,36 miliar, yang disebabkan oleh impor minyak mentah dan produk minyak olahan.
Jika dilihat dari mitra dagang, tiga negara yang memberikan kontribusi terbesar terhadap surplus pada September 2024 adalah Amerika Serikat ($1,38 miliar), India ($942,1 juta), dan Filipina ($783,9 juta). Sebaliknya, negara-negara yang mencatat defisit terbesar dalam perdagangan dengan Indonesia adalah China ($630,7 juta), Australia ($369,4 juta), dan Singapura ($317,9 juta).
Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia dari Januari hingga September 2024 menunjukkan surplus sebesar $21,98 miliar, namun ini turun $5,75 miliar dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023. Surplus perdagangan non-migas tercatat sebesar $37,03 miliar, yang lebih rendah $4,67 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, defisit perdagangan migas mencapai $15,05 miliar, naik sebesar $1,07 miliar dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Penurunan surplus ini mencerminkan tantangan global yang sedang dihadapi Indonesia, khususnya terkait fluktuasi harga komoditas utama seperti batu bara, serta dinamika ekonomi global yang mempengaruhi permintaan barang-barang ekspor dari Indonesia. Meski begitu, keberhasilan Indonesia mempertahankan surplus perdagangan selama 53 bulan berturut-turut menunjukkan ketahanan ekonomi yang solid di tengah tantangan global.